KETIKA sore sepulang kerja seorang suami melihat istri yang tertidur pulas karena kecapean bekerja seharian di rumah. Sang suami mencium kening istrinya dan bertanya, ‘Bunda, udah shalat Ashar belum?’ Istrinya terbangun dengan hati berbunga-bunga menjawab pertanyaan suami, ‘sudah yah.’ Istrinya beranjak dari tempat tidur mengambil piring yang tertutup, sore itu istrinya memasak kesukaan sang suami.
‘Lihat nih, aku memasak khusus kesukaan ayah.’ Piring itu dibukanya, ada sepotong kepala ayam yang terhidang untuk dirinya.
Sang suami memakannya dengan lahap dan menghabiskan. Istrinya bertanya, ‘Ayah, kenapa suka makan kepala ayam padahal aku sama anak-anak paling tidak suka ama kepala ayam.’ Suaminya menjawab, ‘Itulah sebabnya karena kalian tidak suka maka ayah suka makan kepala ayam supaya istriku dan anak-anakku mendapatkan bagian yang terenak.’
Mendengar jawaban sang suami, terlihat butir-butir mutiara mulai menuruni pipinya. Jawaban itu menyentak kesadarannya yang paling dalam. Tidak pernah dipikirkan olehnya ternyata sepotong kepala ayam begitu indahnya sebagai wujud kasih sayang yang tulus kecintaan suami terhadap dirinya dan anak-anak. ‘Makasih ya ayah atas cinta dan kasih sayangmu.’ ucap sang istri. Suaminya menjawab dengan senyuman, pertanda kebahagiaan hadir didalam dirinya.
Kita seringkali mengabaikan sesuatu yang kecil yang dilakukan oleh sosok ayah kita, namun memiliki makna yang begitu besar, di dalamnya terdapat kasih sayang, cinta, pengorbanan dan tanggungjawab.
Semoga cerita di atas kita bisa mengambil hikmah dengan mencintai setulus hati ayah kita yang telah berkorban untuk anak dan istrinya.
Oleh: Arifin Khoirul Anwar
sumber: www.islampos.com